Sejarah Peredaran Opium Atau Candu Di Dunia
Apa itu Opium,
apiun, atau candu? opium bahasa kerennya disebut poppy adalah getah
bahan baku narkotika yang diperoleh dari buah candu (Papaver somniferum
L. atau P. paeoniflorum) yang belum matang. Opium merupakan tanaman
semusim yang hanya bisa dibudidayakan di pegunungan kawasan subtropis.
Tinggi tanaman hanya sekitar satu meter. Daunnya jorong dengan tepi
bergerigi. Bunga opium bertangkai panjang dan keluar dari ujung ranting.
Satu tangkai hanya terdiri dari satu bunga dengan kuntum bermahkota
putih, ungu, dengan pangkal putih serta merah cerah. Bunga opium sangat
indah hingga beberapa spesies Papaver lazim dijadikan tanaman hias. Buah
opium berupa bulatan sebesar bola pingpong bewarna hijau.
Sejarah opium dimulai di tahun 3400 SM ketika para petani mulai
menanamnya di Mesopotamia bagian bawah. Sejak saat itu, para penduduk
telah menanam dan menggunakan opium sebagai narkotika dan sebagai obat
dalam bidang kedokteran, menurut situs House of Opium, sebuah museum di
propinsi Chiang Rai di Thailand.
Pengaruh opium di Asia sangat besar. Minat negara Inggris dalam keuntungan dari perdagangan opium telah memicu dua peperangan dengan Cina di tahun 1800-an. Opium, yang sering disebut “Emas Hitam,” begitu berharganya sehingga seringkali orang menggunakan emas sebagai pengganti uang dalam perdagangannya, menurut houseofopium.com. Di akhir tahun 1900-an, perdagangan yang sama menciptakan apa yang kemudian dikenal sebagai Segitiga Emas.
Wilayah itu, yang dinamai oleh para pedagang opium, meliputi bagian dari tiga negara: Thailand, Laos dan Birma yang meliputi lebih dari 100.000 kilometer persegi pegunungan dan membentuk sebuah segitiga atau semacamnya. Dua buah sungai besar, Mekong dan Ruak, bergabung di tengah daerah itu.
Sampai hari ini, “obat terlarang memasuki Kamboja dari daerah Segitiga Emas di sepanjang perbatasan-perbatasan Thailand, Laos dan Birma,” lalu melalui Kamboja menuju Thailand dan Vietnam untuk diekspor,” menurut buku terbitan tahun 2010 berjudul Issues for Engagement: Asian Perspectives on Transnational Security Challenges (Masalah-Masalah Untuk Dijadikan Perjanjian: Pandangan Asia Mengenai Tantangan-Tantangan Keamanan Antarnegara). Negara-negara Segitiga Emas telah matang dalam membuat dan mengedarkan obat terlarang, menurut buku yang diedarkan oleh Asia-Pacific Center for Security Studies (Lembaga Asia-Pasifik untuk Penelitian Keamanan) itu. Misalnya, “para laboratorium tersembunyi yang ditunjang oleh sindikat kejahatan yang teratur membuat obat-obat terlarang di daerah-daerah Kamboja yang jarang penduduknya,” demikian dinyatakan buku itu, dan perbatasan-perbatasan yang bercelah memancing para penyelundup untuk melewati hutan-hutannya yang terpencil.”
Thailand merupakan “tempat pemindahan muatan dan importir bersih obat perangsang jenis amphetamine,” menurut Laporan Kebijakan Pengendalian Narkotika Internasional dari Departemen Luar Negeri A.S. di tahun 2010. Menurut laporan tersebut, shabu-shabu diperdagangkan dari Birma melewati perbatasan utara Thailand untuk diekspor secara internasional. Kemungkinan obat-obatan terlarang dibawa dari Birma melalui Laos dan menyeberangi Sungai Mekong memasuki Thailand, menurut laporan itu, yang menambahkan bahwa para penyelundup juga membawanya ke selatan melalui Laos menuju Kamboja di mana mereka masuk lewat perbatasan Thai-Kamboja.
Jumlah tablet shabu-shabu yang diedarkan dari Segitiga Emas juga telah meningkat jumlahnya, menurut laporan itu. Di tahun 2008 misalnya, pihak berwajib Cina di propinsi Yunnan telah menyita shabu-shabu sebanyak 2,4 ton.
Pengaruh opium di Asia sangat besar. Minat negara Inggris dalam keuntungan dari perdagangan opium telah memicu dua peperangan dengan Cina di tahun 1800-an. Opium, yang sering disebut “Emas Hitam,” begitu berharganya sehingga seringkali orang menggunakan emas sebagai pengganti uang dalam perdagangannya, menurut houseofopium.com. Di akhir tahun 1900-an, perdagangan yang sama menciptakan apa yang kemudian dikenal sebagai Segitiga Emas.
Wilayah itu, yang dinamai oleh para pedagang opium, meliputi bagian dari tiga negara: Thailand, Laos dan Birma yang meliputi lebih dari 100.000 kilometer persegi pegunungan dan membentuk sebuah segitiga atau semacamnya. Dua buah sungai besar, Mekong dan Ruak, bergabung di tengah daerah itu.
Sampai hari ini, “obat terlarang memasuki Kamboja dari daerah Segitiga Emas di sepanjang perbatasan-perbatasan Thailand, Laos dan Birma,” lalu melalui Kamboja menuju Thailand dan Vietnam untuk diekspor,” menurut buku terbitan tahun 2010 berjudul Issues for Engagement: Asian Perspectives on Transnational Security Challenges (Masalah-Masalah Untuk Dijadikan Perjanjian: Pandangan Asia Mengenai Tantangan-Tantangan Keamanan Antarnegara). Negara-negara Segitiga Emas telah matang dalam membuat dan mengedarkan obat terlarang, menurut buku yang diedarkan oleh Asia-Pacific Center for Security Studies (Lembaga Asia-Pasifik untuk Penelitian Keamanan) itu. Misalnya, “para laboratorium tersembunyi yang ditunjang oleh sindikat kejahatan yang teratur membuat obat-obat terlarang di daerah-daerah Kamboja yang jarang penduduknya,” demikian dinyatakan buku itu, dan perbatasan-perbatasan yang bercelah memancing para penyelundup untuk melewati hutan-hutannya yang terpencil.”
Thailand merupakan “tempat pemindahan muatan dan importir bersih obat perangsang jenis amphetamine,” menurut Laporan Kebijakan Pengendalian Narkotika Internasional dari Departemen Luar Negeri A.S. di tahun 2010. Menurut laporan tersebut, shabu-shabu diperdagangkan dari Birma melewati perbatasan utara Thailand untuk diekspor secara internasional. Kemungkinan obat-obatan terlarang dibawa dari Birma melalui Laos dan menyeberangi Sungai Mekong memasuki Thailand, menurut laporan itu, yang menambahkan bahwa para penyelundup juga membawanya ke selatan melalui Laos menuju Kamboja di mana mereka masuk lewat perbatasan Thai-Kamboja.
Jumlah tablet shabu-shabu yang diedarkan dari Segitiga Emas juga telah meningkat jumlahnya, menurut laporan itu. Di tahun 2008 misalnya, pihak berwajib Cina di propinsi Yunnan telah menyita shabu-shabu sebanyak 2,4 ton.
Indian memproses Opium |
Terlebih lagi, Cina dan India merupakan penghasil besar ephedrin dan
pseudoephedrin, yang digunakan secara tak sah dalam pembuatan
shabu-shabu, menurut laporan tersebut. Lalu sahabat anehdidunia.com
bagaimana perkembangan tanaman opium di Indonesia, apalagi
setelah India mampu menjual opium dengan mengubahnya menjadi sabu,
kokain dan morfin, Penjualan opium menjadi semakin pesat? Di Indonesia
opium mulai masuk pada zaman penjajahan Belanda yakni tahun 1980-an.
Saat itu para penjajah mendapatkan opium ini dari India kemudian dijual
ke masyarakat luas.
Ada dua cara penjualan opium saat itu melalui pelelangan negara dan penjualan kepada bandar-bandar yang tersebar di Indonesia. Saat itu, tingginya harga opium mengakibatkan banyak opium yang diselundupkan.
Beruntung, pengaruh negatif opium bisa segera disadari pemerintah Belanda. Dalam sumber lainnya di javaaction.org disebutkan pada tahun 1900-an, pemerintah Belanda mulai melarang rakyat Indonesia dan warganya untuk mengonsumsi opium.
Namun tetap saja penjualan opium oleh negara dan pemilik tanah kepada para bandar masih dilakukan mengingat besarnya nilai jual opium.
Memasuki abad millenium, perang terhadap opium dan narkoba sejenisnya mulai digalakan. Ini terealisasi dengan dibentuknya Badan Narkotika Nasional (BNN) yang berkomitmen mencegah meluasnya narkoba hingga memenuhi target Indonesia bebas narkoba di tahun 2015.
Sejarah opium di Asia
Tahun 1600-an Penduduk Persia dan India memakan dan meminum campuran makanan yang mengandung opium untuk maksud bersenang-senang. Pedagang Portugis membawa opium asal India ke Cina.
Tahun 1700-an Orang-orang Belanda mengekspor opium India ke Cina dan pulau-pulau di Asia Tenggara. Para pedagang opium juga memperkenalkan cara menghisap opium dengan menggunakan pipa tembakau kepada orang-orang Cina.
Ada dua cara penjualan opium saat itu melalui pelelangan negara dan penjualan kepada bandar-bandar yang tersebar di Indonesia. Saat itu, tingginya harga opium mengakibatkan banyak opium yang diselundupkan.
Beruntung, pengaruh negatif opium bisa segera disadari pemerintah Belanda. Dalam sumber lainnya di javaaction.org disebutkan pada tahun 1900-an, pemerintah Belanda mulai melarang rakyat Indonesia dan warganya untuk mengonsumsi opium.
Namun tetap saja penjualan opium oleh negara dan pemilik tanah kepada para bandar masih dilakukan mengingat besarnya nilai jual opium.
Memasuki abad millenium, perang terhadap opium dan narkoba sejenisnya mulai digalakan. Ini terealisasi dengan dibentuknya Badan Narkotika Nasional (BNN) yang berkomitmen mencegah meluasnya narkoba hingga memenuhi target Indonesia bebas narkoba di tahun 2015.
Sejarah opium di Asia
Tahun 1600-an Penduduk Persia dan India memakan dan meminum campuran makanan yang mengandung opium untuk maksud bersenang-senang. Pedagang Portugis membawa opium asal India ke Cina.
Tahun 1700-an Orang-orang Belanda mengekspor opium India ke Cina dan pulau-pulau di Asia Tenggara. Para pedagang opium juga memperkenalkan cara menghisap opium dengan menggunakan pipa tembakau kepada orang-orang Cina.
Opium merajai Shanghai 1907 |
Tahun 1729 Kaisar Cina Yung Cheng mengeluarkan larangan menghisap opium dan penjualannya di dalam negeri, kecuali dengan surat izin untuk keperluan pengobatan.
Tahun 1767 Angka impor perusahaan British East India Co. ke Cina hingga mencapai jumlah mengejutkan sebanyak 2.000 peti setahunnya. Satu peti dapat memuat 60 kilogram opium mentah.
Tahun 1811 Raja Thai Rama II melarang penjualan dan penggunaan opium.
Tahun 1839 Raja Thai Rama III mengenalkan hukuman mati untuk pengedar besar opium tapi masalah opium terbukti terlalu luas bagi para petugas untuk diberantas.
Tahun 1842 Inggris mengalahkan Cina dalam Perang Opium Pertama antara tahun 1839 sampai 1842. Setelah Inggris memaksa Cina untuk tetap membuka jalur perdagangan opium, Cina menyerahkan Hong Kong kepada Inggris. Hong Kong berkembang menjadi sebuah tempat perpindahan penting bagi opium India untuk memasuki pasar Cina yang sangat besar.
Tahun 1856 Orang-orang Inggris dan Perancis memulai lagi permusuhan mereka terhadap Cina dalam Perang Opium Kedua, antara tahun 1856 sampai 1860. Di akhir perjuangan itu, impor opium disahkan secara hukum. Di tahun 1860, Cina mulai menanam opiumnya sendiri dalam jumlah yang sangat banyak.
Tahun 1898 Heinrich Dreser, yang bekerja untuk Bayer Co. di Elberfeld, Jerman, menemukan bahwa mengencerkan morfin dengan asetyl menghasilkan suatu obat tanpa akibat sampingan. Bayer mulai membuat diasetylmorfin dan menamakannya “heroin”, dari kata Jerman heroisch yang berarti heroic (bersifat seperti pahlawan). Heroin tidak diperkenalkan secara umum selama tiga tahun berikutnya.
Tahun 1900-an Sebuah lembaga dermawan A.S. Saint James Society mengadakan suatu kampanye untuk menyediakan contoh-contoh gratis heroin melalui jasa pos kepada para pecandu morfin yang sedang berusaha untuk berhenti. Inggris dan Perancis berhasil dalam mengawasi pembuatan opium di Asia Tenggara. Daerah ini, yang dikenal sebagai Segitiga Emas, lalu menjadi pemain utama dalam perdagangan opium yang menguntungkan di tahun 1940-an.
Tahun 1910 Setelah 150 tahun lamanya gagal dalam usaha untuk membebaskan negara mereka dari opium, orang-orang Cina berhasil membujuk Inggris untuk menggagalkan perdagangan opium antara India dan Cina.
Tahun 1940-an Perang Dunia Kedua memotong aliran perdagangan opium dari India dan Persia. Khawatir akan kehilangan monopoli perdagangan opiumnya, Perancis mendorong para petani Hmong dari daerah pegunungan di selatan Cina untuk memperluas pembuatan opium.
Tahun 1948 Birma mendapatkan kemerdekaannya dari Inggris pada akhir Perang Dunia Kedua. Penanaman dan perdagangan opium berkembang di daerah Shan.
Tahun 1950-an A.S. berusaha untuk menahan penyebaran Komunisme di Asia dengan menempa kerjasama dengan suku-suku dan para pemimpin yang mendiami daerah Segitiga Emas, sehingga menyediakan kelancaran hubungan dan perlindungan di sepanjang perbatasan Cina. Di pertengahan tahun 1950-an, KMT, sebuah Partai Nasionalis Cina, lari ke daerah-daerah di sekitar Segitiga Emas setelah mengalami kekalahan dari Komunis Cina. Untuk membiayai tujuannya melawan penyerangan Komunis, KMT membujuk para petani suku perbukitan Birma untuk menanam lebih banyak opium. Birma sebagai bagian dari Segitiga Emas meningkatkan pembuatan opiumnya sebanyak 10 sampai 20 kali lipat, dari 30 ton menjadi 300-600 ton.
Tahun 1960-an Para pedagang opium Asia Tenggara mendirikan pabrik-pabrik penyulingan heroin pertama di pertengahan tahun 1960-an di perbukitan di Laos, di seberang sungai Mekong dari Chiang Khong di Thailand. Kemudian, mereka membangun lebih banyak pabrik lagi di perbatasan Thai-Birma.
Tahun 1972 Panglima Perang Birma Khun Sa mengendalikan ekspor heroin dari Segitiga Emas, yang menjadi sumber utama bahan opium mentah dalam perdagangan obat terlarang yang menguntungkan.
Tahun 1978 Wabah heroin menurun. Pencarian atas sumber bahan baku opium menuju Sierra Madre di Meksiko. “Mexican Mud” untuk sementara menggantikan heroin “China White” sampai tahun 1978. Pada tahun yang sama, pemerintah A.S. dan Meksiko menyemprot ladang opium dengan herbisida yang menurunkan jumlah “Mexican Mud” di A.S. Untuk menutupi kekurangan pasokan, daerah “Golden Crescent” (Bulan Sabit Emas) di Iran, Afganistan dan Pakistan meningkatkan pembuatan dan perdagangan heroin gelap.
Tahun 1988 Pemimpin militer Birma meningkatkan pembuatan opium berdasarkan peraturan State Law and Order Restoration Council (Dewan Pemulihan Hukum dan Perintah). A.S. mencurigai bahwa sebuah pengiriman terbesar sejumlah 2.400 pon heroin yang disita di Thailand, dengan tujuan New York, berasal dari Segitiga Emas.
Tahun 1993 Angkatan Darat Thailand dengan bantuan Biro Penerapan Hukum Obat-obatan Terlarang A.S. melancarkan kegiatan penghancuran ribuan akre tanaman opium di daerah Segitiga Emas.
Tahun 1995 Segitiga Emas kini menjadi penghasil opium utama, menghasilkan 2.500 ton setiap tahunnya. Menurut para ahli obat terlarang A.S., para pengedar obat terlarang telah menciptakan jalur perlintasan baru dari Birma melalui Laos menuju bagian selatan Cina, Kamboja dan Vietnam. Sebagai perbandingan, panen tahun 1987 di Birma mencapai 836 ton opium mentah; di tahun 1995 hasilnya meningkat menjadi 2.340 ton.
Tahun 1999 Afganistan menghasilkan panen berlimpah opium sebanyak 4.600 ton. U.N. Drug Control Program (Program Pengawasan Obat Terlarang PBB) memperkirakan bahwa Afganistan menghasilkan 75 persen dari seluruh heroin di dunia.
Tahun 2002 U.N. Drug Control and Crime Prevention Agency (Biro Pengawasan Obat Terlarang dan Pencegahan Kejahatan PBB) mengumumkan bahwa Aghanistan sekali lagi merupakan penghasil opium terbesar sedunia.
Tahun 2003 Usaha Korea Utara untuk memasuki pasar heroin Australia dengan perdagangan heroin yang didukung oleh pemerintahan negara itu mengalami kesulitan.
Tahun 2006 U.N. Office on Drugs and Crimes (Biro Pengawasan Obat Terlarang dan Kejahatan PBB) melaporkan bahwa hasil panen opium di Afganistan di tahun 2006 akan mencapai 6.100 metrik ton - suatu pencapaian tertinggi di dunia. Angka ini merupakan 92 persen dari seluruh pasokan opium di dunia.
Tahun 2007 Raja opium dan mantan pemimpin yang memisahkan diri dari daerah Shan di Segitiga Emas, Khan Sa, meninggal dunia. Ia hidup dari tahun 1933 sampai 2007. Pada masa puncaknya, kerajaan narkotika Khun Sa mengatur pembuatan sekitar seperempat dari pasokan heroin sedunia.
Tahun 2010 Meskipun terjadi penurunan teratur penanaman opium selama tiga tahun terakhir, Birma tetap menjadi penghasil opium kedua terbesar di dunia setelah Afganistan dan menghasilkan sebanyak 330 metrik ton atau 17 persen dari pasokan dunia untuk tahun lalu, menurut “Laporan Obat Terlarang Dunia tahun 2010” dari PBB .
Sahabat anehdidunia.com sudah banyak kita temui akibat efek dari
pemakaian obat terlarang dan segala jenis candu ini. Jadi kesadaran kita
akan bahaya narkoba ini perlu ditingkatkan dan lebih bijaksana dengan mengatakan SAY NO to DRUGS.
Baca juga Berita Harian Paling Aneh Di Dunia
No comments:
Post a Comment